OJK 2017-2022 Diharapkan Atasi Penipuan Investasi | IVoox Indonesia

May 6, 2025

OJK 2017-2022 Diharapkan Atasi Penipuan Investasi

OJK Harap Ada PP Atur Soal Asuransi Mutual

iVOOXid, Jakarta - Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode tahun 2017-2022 yang telah disetujui dalam Rapat Paripurna DPR RI, Kamis diharapkan dapat mengemban tugasnya antara lain untuk mengatasi agar penipuan investasi tidak lagi marak di berbagai daerah.

"Jangan sampai ada penipuan oleh lembaga jasa keuangan, baik penipuan investasi bodong, hingga penggandaan uang," kata Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan di Jakarta, Kamis (6/7/2017).

Untuk itu, ujar dia sudah seharusnya OJK juga dapat memastikan tidak adanya penyimpangan dan penyalahgunaan yang dilakukan oleh berbagai lembaga jasa keuangan di Tanah Air.

Politikus PAN itu juga menginginkan OJK bisa memberikan sanksi yang tegas kepada lembaga keuangan yang melanggar regulasi sehingga juga dapat meminimalkan berbagai praktik ilegal dari berbagai lembaga pembiayaan keuangan yang ada di masyarakat.

OJK juga diharapkan dapat meningkatkan sinerginya dengan berbagai lembaga seperti Bank Indonesia sehingga mengoptimalkan fungsi kontrol yang dimilikinya.

Sebelumnya, Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan mengatakan komisioner Otoritas Jasa Keuangan periode 2017-2022 harus bisa meningkatkan pemahaman literasi keuangan sehingga semakin banyak warga yang benar-benar memahami dunia finansial.

"Survei menunjukkan bahwa mayoritas atau lebih dari 50 persen penduduk Indonesia belum memiliki keterampilan dalam menggunakan produk dan jasa keuangan," kata Heri Gunawan.

Politisi Partai Gerindra itu memaparkan bahwa para komisioner OJK yang baru terpilih merupakan sosok yang dinilai mampu meningkatkan literasi keuangan masyarakat.

Hal tersebut, lanjutnya juga bisa membuat peningkatan perlindungan kepada masyarakat terhadap beragam praktik yang dinilai tidak adil dalam rangka mewujudkan sistem keuangan yang sehat dan berkelanjutan.

Sebelumnya, Kepala Departemen Literasi dan Inklusi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan Agus Sugiarto mengatakan pencapaian target inklusi keuangan harus dibarengi dengan upaya peningkatan literasi keuangan bagi masyarakat.

"Literasi dan inklusi keuangan ibarat dua sisi mata uang. Kalau hanya inklusi akan menuai masalah 'customer protection' (perlindungan nasabah)," kata Agus dalam peluncuran "Survey on Financial Inclusion and Access" (SOFIA) di Jakarta, Senin (22/5).

Agus mengatakan upaya peningkatan literasi keuangan tersebut perlu melibatkan peran lembaga jasa keuangan yang bersinergi dengan lembaga-lembaga sosial dan organisasi non-pemerintah. Perlu pula diciptakan ekosistem menyeluruh serta subsistemnya yang saling dukung.

Keuangan inklusif didefinisikan sebagai kondisi ketika setiap anggota masyarakat mempunyai akses terhadap berbagai layanan keuangan formal yang berkualitas secara tepat waktu, lancar, dan aman dengan biaya terjangkau sesuai kebutuhan dan kemampuan.

Akses masyarakat Indonesia terhadap layanan keuangan masih relatif rendah. Survei Bank Dunia pada 2014 menunjukkan bahwa baru sekitar 37 persen penduduk Indonesia yang memiliki rekening bank, 27 persen memiliki simpanan formal, dan 13 persen memiliki pinjaman formal.

Survei Otoritas Jasa Keuangan pada 2016 juga menunjukkan hanya 28,9 penduduk dewasa memahami produk-produk perbankan.

Untuk meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif yang menargetkan 75 persen populasi dewasa dapat mengakses layanan keuangan formal pada 2019. (ant)

0 comments

    Leave a Reply