Polisi Tutup Kasus Brigadir RA, Pengamat: Obat Pereda Nyeri

IVOOX.id - Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyebut penghentian penyidikan kasus kematian Brigadir RA, anggota Kepolisian Resor Kota Manado, Sulawesi Utara, yang meninggal dunia dengan luka tembak di dalam mobil seperti sekedar memberi obat pereda nyeri.
Polres Metro Jakarta Selatan (Polres Jaksel) resmi menghentikan penyidikan kasus kematian Brigadir RA karena semua telah terbukti bahwa yang bersangkutan meninggal karena bunuh diri.
Tak lama, Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo merespons perihal penghentian penyidikan kasus kematian Brigadir RA (anggota Polresta Manado, Sulawesi Utara, yang tewas di dalam mobil) oleh Polres Metro Jakarta Selatan.
Sigit sebut yang utama dari kasus tersebut adalah terkait dengan penyebab kematiannya harus sudah bisa dijawab oleh penyidik apakah akan dibuka kembali perlu dibahas dalam rapat. "Saya kira terkait dengan kasus utamanya itu harus terjawab dahulu," kata Jenderal Pol. Sigit di Jakarta, Rabu (1/5/2024).
Bambang Rukminto mengemukakan bahwa penyidik Polres Jaksel hanya mengungkap penyebab kematian, tetapi belum menyentuh permasalahan substansi penyebab Brigadir RA mengakhiri hidupnya dengan cara tidak wajar.
"Membiarkan kasus tersebut berhenti tidak sampai pada penyebab kematian saja tanpa ada pertanggungjawaban atasan atau institusi, hanya sekadar obat pereda nyeri tanpa menyelesaikan substansi masalah yang mendalam," kata Bambang dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (2/5/2024) minggu lalu.
Sebelumnya, Bambang pernah menyebut pentingnya mengungkap motif kematian tidak wajar anggota polisi sebagai bahan evaluasi tentang pembinaan mental personel Polri karena kasus kematian tidak wajar personel Polri bukan kali pertama terjadi.
Menurut Bambang, penghentian penyidikan kasus kematian Brigadir RA itu belum menjawab motif di balik penyebab kematian tidak wajar anggota Polresta Manado itu.
"(Motif) belum terjawab sama sekali karena hal itu bisa membuka kotak pandora problematika yang lebih substansial di tubuh Polri," ujarnya dikutip dari Antara.
Salah satu permasalahan yang dimaksud adalah personel Polri bisa "disewa" perorangan atau swasta, padahal negara mengamanatkan kepolisian adalah pelayan masyarakat, bukan pelayan pribadi atau private (swasta).
Seperti yang terjadi pada Brigadir RA, yang menurut informasi dari Kepolisian Daerah Sulawesi Utara, sudah menjadi ajudan pengusaha di Jakarta sejak tahun 2021.
Bambang menambahkan banyak anggota kepolisian yang bekerja di luar tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) dengan menjadi pengawal pribadi. Selain karena permintaan perorangan atau swasta, ada tambahan penghasilan bagi personel tersebut.
"Karena sudah meninggalkan dinas dan mendapat tambahan penghasilan, tentu izin diberikan atasan tidak gratis," ujarnya.
Ia melanjutkan praktik seperti ini jamak terjadi dan sudah menjadi kewajaran di kepolisian karena tidak adanya aturan yang ketat dan semua pihak diuntungkan.
Di lain pihak, masyarakat yang memberikan anggaran kepolisian dirugikan karena negara mengamanatkan kepolisian adalah pelayan masyarakat, bukan pelayan pribadi atau swasta.
Bambang menyebut kasus Brigadir RA bekerja sebagai ajudan pengusaha sejak tahun 2021 tanpa izin menunjukkan bobroknya atasannya maupun organisasi dalam melakukan pengawasan melekat kepada jajarannya.
Terlebih dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 yang mengatur bahwa anggota Polri yang meninggalkan tugas selama 30 hari berturut-turut sudah layak diberi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (pecat).
Kemudian ia juga menyoroti adanya pembiaran terhadap Brigadir RA yang menjadi pengawal pribadi dengan membawa senjata api yang merupakan fasilitas negara pada Polri.
"Apakah hal tersebut tidak diketahui oleh atasannya? Kalau atasannya tidak tahu, seharusnyalah atasan langsung maupun dua tingkat ke atas maupun bagian personalia (SDM) yang diperiksa untuk diberi sanksi sesuai Perpol Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pengawasan Melekat. Artinya, sebagai atasan mereka lalai dan membiarkan personel di luar tanpa pengawasannya," kata Bambang menegaskan.
Bambang mengatakan jika Polri ingin membangun institusi yang benar-benar profesional, semua harus dibuka dengan transparan untuk dievaluasi.
Selain persoalan administrasi personel yang tidak benar, pengawasan atasan yang tidak berjalan dan juga lemahnya pembinaan mental harus diperbaiki kalau tidak ingin menjadi masalah menahun yang berulang.
"Semua pihak di internal Polri yang terkait juga harus dimintai pertanggungjawaban. Pembiaran tanpa pertanggungjawaban hanya akan melemahkan disiplin dan muruah Polri," kata Bambang.
Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo kemudian menyerahkan kepada polres atau polda terkait kelanjutan penyidikan motif dan kemudian untuk menjelaskannya kepada publik.
"Tentunya dengan hal-hal yang sifatnya tambahan tentunya akan dirapatkan apakah perlu atau tidak dibuka kembali. Namun, yang utama adalah peristiwa yang terjadi, motifnya yang sedang di dalami," kata Kapolri dikutip dari Antara.

0 comments