Sekolah Rakyat akan Dibangun, Pakar Khawatir Terjadi Dualisme | IVoox Indonesia

May 31, 2025

Sekolah Rakyat akan Dibangun, Pakar Khawatir Terjadi Dualisme

180525-Sekolah Rakyat2
ILUSTRASI - Alih-alih membentuk sistem baru, pemerintah seharusnya membenahi sistem pendidikan yang sudah ada. IVOOX.ID/AI

IVOOX.id – Sekolah Rakyat yang merupakan program pemerintah pusat melalui Kementerian Sosial (Kemensos) menuai pro-kontra. Salah satunya muncul dari pakar kebijakan publik Universitas Gadjah Mada (UGM), Subarsono.

Menurutnya, Sekolah Rakyat tidak mendesak untuk dijalankan saat ini, terlebih ketika sistem pendidikan formal yang ada masih menghadapi banyak persoalan, mulai dari infrastruktur rusak hingga kesejahteraan guru honorer yang belum terpenuhi. Ia menambahkan bahwa program ini seharusnya menjadi ranah Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, bukan Kementerian Sosial.

“Nah, saya kira ini menjadi problematik berada di bawah Kementerian Sosial karena tupoksinya bukan mengurusi masalah pendidikan. Jadi, ini dipertanyakan mengenai domain dari kebijakan itu. Kalau di bawah Kementerian Sosial saya pikir itu tidak tepat,” katanya, diakses dari laman ugm.ac.id, Sabtu (17/5/2025).

Menurut Subarsono, program ini memicu potensi timbulnya dualisme pendidikan akibat nomenklatur “Sekolah Rakyat” yang mengingatkan pada model pendidikan era kolonial sebelum menjadi sekolah dasar. Adanya istilah tersebut dikhawatirkan adanya diskriminasi karena sudah ada sekolah dasar.

Ia juga menilai, alih-alih membentuk sistem baru, pemerintah seharusnya membenahi sistem pendidikan yang sudah ada. “Kenapa kita tidak membenahi sistem yang sudah ada. Kan untuk sekolah itu mendapat Dana BOS dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan apabila ingin meningkatkan kualitas pendidikan bagaimana meningkatkan dana BOS, memperbaiki kurikulum, dan meningkatkan kompetensi guru,” tambahnya.

Selain itu, ketiadaan informasi detail dari Kemensos mengenai operasional dan kurikulum sekolah ini turut menjadi sorotan. Meski Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti menjelaskan bahwa kurikulum akan bersifat fleksibel dengan sistem multi-entry dan multi-exit, banyak aspek teknis yang dinilai belum transparan.

“Kurikulumnya seperti sekolah formal, tapi fleksibel sesuai latar belakang siswa. Namun belum dijelaskan bagaimana proses asesmen awal dan penyusunan modul,” ujar Abdul Mu’ti.

Secara nasional, Kemensos telah menyiapkan 45 lokasi Sekolah Rakyat yang ditargetkan mulai beroperasi pada tahun ajaran 2025–2026. Menteri Sosial Saifullah Yusuf menyatakan bahwa lokasi tersebut telah melalui proses seleksi ketat berdasarkan ketersediaan lahan dan kesiapan infrastruktur.

Ia menyebut, dari 198 usulan lokasi, baru 45 yang benar-benar siap. Sekolah Rakyat akan diprioritaskan bagi anak-anak dari keluarga miskin ekstrem yang berada di desil 1 dan 2 berdasarkan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).

Presiden Prabowo Subianto sendiri telah memimpin rapat terbatas membahas pelaksanaan program ini. Ia meminta agar perencanaan dilakukan secara matang dan akuntabel, dengan rekrutmen siswa yang selektif dan tepat sasaran.

Pemerintah juga tengah memproses survei pembangunan tambahan di 200 titik lain. Lokasi-lokasi ini diprioritaskan di daerah dengan tingkat kemiskinan tinggi dan angka anak tidak bersekolah yang signifikan.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menekankan bahwa Sekolah Rakyat merupakan contoh kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy), mengingat pemetaannya dilakukan dengan dukungan data dari SUSENAS dan DTSEN.

Menteri Sosial Saifullah Yusuf (kedua kiri) menyapa sejumlah anak-anak usai mengunjungi sejumlah calon siswa Sekolah Rakyat di Dusun Gunung Sulah, Way Halim, Bandar Lampung, Lampung, Senin (12/5/2025). Kemensos akan membangun dua lokasi pelaksanaan program Sekolah Rakyat di Provinsi Lampung dengan kapasitas mencapai 100 siswa dari setiap jenjang dari SD, SMP, dan SMA yang merupakan bagian dari 53 lokasi pelaksanaan program Sekolah Rakyat di Indonesia. ANTARA FOTO/Ardiansyah

Menteri Sosial Saifullah Yusuf (kedua kiri) menyapa sejumlah anak-anak usai mengunjungi sejumlah calon siswa Sekolah Rakyat di Dusun Gunung Sulah, Way Halim, Bandar Lampung, Lampung, Senin (12/5/2025). Kemensos akan membangun dua lokasi pelaksanaan program Sekolah Rakyat di Provinsi Lampung dengan kapasitas mencapai 100 siswa dari setiap jenjang dari SD, SMP, dan SMA yang merupakan bagian dari 53 lokasi pelaksanaan program Sekolah Rakyat di Indonesia. ANTARA FOTO/Ardiansyah

Di Jawa Barat, Pemerintah Provinsi sudah menyatakan kesiapannya untuk mendukung pendirian Sekolah Rakyat, termasuk dalam hal pendanaan dan penyediaan aset. Tiga lahan tambahan telah diidentifikasi sebagai potensi lokasi pembangunan gedung baru, yakni di Ujung Jaya (Sumedang), kawasan Kota Bandung, dan Jatinangor.

Meski demikian, beberapa lahan masih belum bersertifikat. “Kami ingin Jawa Barat berada di garda terdepan,” ujar Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman, dikutip dari laman resmi Pemprov Jabar.

Di Kota Bandung, Sentra Wyata Guna menjadi salah satu lokasi yang diusulkan Pemerintah untuk pembangunan Sekolah Rakyat. Padahal selama ini tempat tersebut dikenal sebagai pusat pendidikan bagi penyandang disabilitas.

Menurut Herman, Wyata Guna merupakan salah satu dari empat lokasi strategis yang telah diajukan ke pemerintah pusat. Dari empat lokasi, dua yang paling siap digunakan yaitu Bina Siswa Cisarua dan Sentra Wyata Guna.

Selama ini, di bawah naungan Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Wyata Guna, satuan pendidikan ini telah melayani peserta didik dari jenjang SD hingga SMA. Herman mengatakan, siswa difabel di Wyata Guna tidak direlokasi, justru diintegrasikan agar menjadi sekolah inklusif.

Di tingkat kota, Pemerintah Kota Bandung juga menyatakan dukungan terhadap proyek ini. Namun, kendala ketersediaan lahan menjadi persoalan utama. Wali Kota Bandung Muhammad Farhan menyebut permintaan Kemensos untuk menyediakan lahan seluas lima hektare tidak dapat dipenuhi. “Kami hanya bisa menyediakan maksimal dua hektare,” katanya.

Sekolah Rakyat di Bandung nantinya akan mengusung konsep “satu atap”; seluruh jenjang pendidikan dari SD hingga SMA disediakan dalam satu kompleks asrama. Program ini diperuntukkan bagi keluarga penerima bantuan sosial yang tercatat dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan Program Keluarga Harapan (PKH).

 

Penulis: Diana

Kontributor

0 comments

    Leave a Reply