Tanggapi Pernyataan Mantan Mendiktisaintek, Menteri HAM Natalius Pigai Bantah Presiden Prabowo Alergi Demonstrasi

IVOOX.id – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, membantah pernyataan mantan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Satryo Soemantri Brodjonegoro, yang menyebut Presiden Prabowo Subianto tidak menyukai aksi demonstrasi.
"Kalau itu hanya pernyataan sepihak, sebaiknya tidak perlu dipercaya. Selama tidak ada sudut pandang dari kedua belah pihak, lebih baik jangan langsung diterima begitu saja," kata Pigai dalam konferensi pers di Kantor Kementerian HAM, Jakarta Selatan, Selasa (11/3/2025).
Pigai menegaskan bahwa demonstrasi merupakan bagian dari demokrasi dan tidak ada kebijakan pemerintah yang membatasi hak warga untuk menyampaikan pendapat. Ia menolak anggapan bahwa Prabowo alergi terhadap aksi protes.
"Demonstrasi itu adalah bagian dari mekanisme parlemen jalanan, dan tentu saja itu boleh dilakukan. Presiden Prabowo tidak memiliki masalah dengan aksi unjuk rasa. Tidak ada alasan untuk mengatakan beliau alergi terhadap demonstrasi," ujarnya.
Pernyataan Satryo yang menyebut Prabowo tidak menyukai demo merujuk pada aksi pegawai Kemendiktisaintek serta mahasiswa terkait kebijakan uang kuliah tunggal. Namun, Pigai memastikan bahwa tidak ada tindakan pemerintah yang mengekang kebebasan berekspresi.
"Apakah kami pernah melaporkan satu orang pun karena melakukan demonstrasi? Tidak pernah. Demonstrasi itu sesuatu yang biasa," katanya.
Sementara itu, Pigai juga menyinggung soal turunnya indeks demokrasi Indonesia dalam laporan The Economist Intelligence Unit (EIU) tahun 2024. Ia menegaskan bahwa penurunan tersebut tidak terjadi pada era kepemimpinan Prabowo.
"(Tahun) 2024 itu sebelum pemerintahan Kabinet Merah Putih yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto. Sebelumnya karena data ini adalah penilaian turunnya demokrasi pada 2024, berarti sebelum kepemimpinan pemerintah yang baru," ujarnya.
Menurut Pigai, indeks demokrasi Indonesia pada 2024 tercatat sebesar 6,44, turun dari 6,53 pada tahun sebelumnya. Namun, ia menilai penurunan tersebut tidak serta-merta menunjukkan bahwa pemerintah saat ini tidak mendukung demokrasi.
"Pertama, Peraturan Kapolri tentang hate speech (ujaran kebencian) pada 2015 sehingga Peraturan Kapolri tentang hate speech itu sebenarnya mengunci demokrasi," katanya.
Ia juga menyoroti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), yang memungkinkan anggota legislatif melaporkan warga yang mengkritik mereka. Selain itu, revisi Undang-Undang KPK dan Perppu tentang Ormas Tahun 2017 dinilai turut berkontribusi dalam penurunan indeks demokrasi.
"Berikutnya, revisi Undang-Undang KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), Perppu tentang Ormas (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017) yang akarnya membubarkan satu, dua ormas yang dianggap bertentangan dengan pemerintah," katanya.
Pigai menegaskan bahwa sejak 2015 hingga 2024, sejumlah aturan yang diterbitkan pemerintah sebelumnya telah mempersempit ruang kebebasan sipil dan memengaruhi penilaian EIU terhadap indeks demokrasi Indonesia. Menurutnya, pemerintahan Prabowo berkomitmen menjaga kebebasan berekspresi dan tidak memiliki kebijakan yang membatasi hak masyarakat untuk menyampaikan aspirasi mereka.

0 comments